Gunung Agung Bankrut? Fenomena Banyak Toko Buku Tutup di Indonesia

Menyingkap Penyebab Toko Buku Tutup dan Bagaimana Kita Bisa Berperan dalam Mempertahankan Industri Buku di Indonesia

Artikel Lainnya

- Iklan -

Mengapa Banyak Toko Buku Tutup?

Anime News Plus- Toko buku Gunung Agung, yang telah ada selama tujuh dekade, menutup semua gerainya tahun ini karena terus menerus merugi. Sebelumnya, beberapa toko buku lain seperti Books and Beyond, Togamas, dan lainnya juga telah menutup semua atau sebagian gerai mereka.

Faktor Penyebab

Ada banyak faktor yang menyebabkan beberapa toko buku tutup. Selain faktor internal, ada tekanan dari faktor eksternal yang sulit dihindari oleh toko buku, sehingga mereka akhirnya tersingkir. Misalnya, selama pandemi, buku bukanlah prioritas untuk dibeli karena pendapatan kebanyakan orang umumnya menurun akibat aktivitas ekonomi yang terhambat. Penerbit mengalami penurunan omzet lebih dari 50% dan produktivitas mereka juga turun dari 13.757 judul buku pada 2019 menjadi 7.382 judul buku pada tahun berikutnya.

Apakah Orang Indonesia Malas Membaca?

Menurut studi UNESCO 2011, hanya satu dari 1000 orang Indonesia yang tertarik membaca. Alhasil, jumlah buku yang benar-benar dibaca dalam setahun hanya sekitar 5-9 buku. Namun, penutupan toko buku tidak sepenuhnya disebabkan oleh kurangnya minat baca. Faktanya, survei menunjukkan bahwa sekitar 85% orang Indonesia masih lebih suka membaca buku fisik. Meski demikian, indeks minat baca di Indonesia hanya 0.01%, yang berarti hanya satu dari 1000 orang Indonesia yang suka membaca.

- Iklan -

Dampak Teknologi Digital dan Buku Bajakan

Teknologi Digital

Kemajuan teknologi digital telah melahirkan buku elektronik yang menekan penjualan buku berbasis kertas. Namun, di Indonesia, penjualan buku digital masih dalam kisaran 2% dari penjualan buku kertas. Ini menunjukkan bahwa meskipun ada peningkatan dalam penggunaan buku digital, buku fisik masih menjadi pilihan utama bagi sebagian besar pembaca di Indonesia.

Buku Bajakan

Di sisi lain, ekosistem industri buku yang tidak kondusif, termasuk peredaran buku bajakan, juga berkontribusi terhadap penutupan toko buku. Buku bajakan didistribusikan dan dijual secara ilegal di berbagai ruang e-commerce, dan belum ada tindakan efektif untuk menangani praktik ilegal ini.

Peredaran Buku Bajakan dan Ancaman bagi Penulis, Komikus, dan Penerbit

Dampak Peredaran Buku Bajakan terhadap Toko Buku

Peredaran buku bajakan memang berkontribusi terhadap penutupan toko buku. Buku bajakan biasanya dijual dengan harga yang jauh lebih murah dibandingkan buku asli, sehingga banyak konsumen yang memilih untuk membeli buku bajakan daripada buku asli. Hal ini tent

- Iklan -

unya berdampak negatif terhadap penjualan toko buku, yang pada akhirnya bisa menyebabkan toko buku harus menutup usahanya.

Ancaman bagi Penulis, Komikus, dan Penerbit

Peredaran buku bajakan juga merupakan ancaman serius bagi penulis, komikus, dan penerbit. Ketika buku bajakan beredar, hak cipta dan hak ekonomi dari penulis, komikus, dan penerbit tidak dihargai. Mereka tidak menerima royalti atau pendapatan apa pun dari penjualan buku bajakan. Hal ini tentunya bisa menghambat mereka untuk terus berkarya, karena mereka tidak mendapatkan penghasilan yang layak dari karya mereka.

Selain itu, peredaran buku bajakan juga bisa merusak reputasi penulis, komikus, dan penerbit. Buku bajakan seringkali memiliki kualitas yang jauh lebih rendah dibandingkan buku asli, baik dari segi kualitas materi, kualitas cetakan, maupun kualitas penulisan. Hal ini bisa membuat pembaca memiliki persepsi negatif terhadap karya penulis, komikus, atau penerbit tersebut.

Bagaimana Dengan Gramedia Ditengah Gempuran Dari Fenomena Tersebut?

Gramedia, toko buku dengan jaringan retail lebih dari 120 cabang di seluruh Indonesia, masih bertahan dan bahkan terus berkembang dari fenomena tersebut. Salah satu contohnya adalah pembukaan kembali cabangnya di Pondok Indah Mall (PIM) 1, Jakarta. Walau begitu ada beberapa gerai dari Gramedia yang diperkecil ukuran tokonya contoh seperti di Bintaro Plaza, Tangerang Selatan.

Dalam fenomena ini Gramedia berhasil bertahan dan beradaptasi dengan zaman melalui inovasi teknologi. Mereka mengembangkan sistem berbasis Microsoft Dynamics 365 yang memungkinkan mereka untuk memahami lebih baik tentang konsumen dan buku-buku yang dibeli. Direktur Operasional Gramedia, Heri Darmawan, mengungkapkan bahwa teknologi ini memfasilitasi komunikasi dengan pelanggan dan memfasilitasi peningkatan sistem.

- Iklan -

Menurut penulis terkenal, Maman Suherman atau akrab disapa Kang Maman, menegaskan bahwa Gramedia bukan hanya tentang idealisme, tetapi juga tentang merawat ekosistem dan pembaca. Dia juga menegaskan bahwa minat baca di Indonesia tidak rendah, tetapi akses ke toko buku di wilayah terpencil yang perlu ditingkatkan.

Akhir Kata

Melalui artikel ini kita telah memahami bahwa banyak toko buku di tanah air, termasuk yang legendaris seperti Gunung Agung, menghadapi kesulitan hingga harus menutup gerainya. Faktor-faktor seperti pandemi, minat baca yang kurang, dan terutama peredaran buku bajakan berkontribusi pada kondisi ini.

Sebagai pembaca yang peduli terhadap perkembangan literasi dan industri buku di Indonesia, mari kita ambil peran aktif dalam mendukung toko buku dan kreator konten. Bagaimana caranya? Pertama, mari kita utamakan membeli buku secara resmi dari toko buku atau penerbit yang sah. Ini bukan hanya tentang membeli buku atau yang sering kita dengar “kalau ada yang gratis kenapa harus bayar?”, tapi ini tentang kita yang memberikan dukungan kepada penulis dan komikus, agar mereka dapat terus berkarya dengan tulisan dan gambar baru mereka.

Kedua, kita harus menyadari pentingnya hak cipta dan bagaimana buku bajakan bisa merugikan banyak pihak. Dengan menghindari pembelian buku bajakan dan memilih buku resmi, kita ikut serta dalam menjaga kualitas dan keberlangsungan industri buku di Indonesia.

Ketiga, kita berpartisipasi dalam meningkatkan minat baca di lingkungan kita. Dengan menanamkan kebiasaan membaca pada diri kita sendiri, anggota keluarga, teman-teman, dan komunitas, kita dapat berkontribusi pada budaya literasi yang kaya.

Akhirnya, mari kita jadikan kepedulian terhadap industri buku sebagai bagian dari identitas kita sebagai pembaca yang bertanggung jawab. Dengan berkontribusi melalui tindakan kecil namun berarti, kita dapat memastikan bahwa generasi mendatang juga akan menikmati kekayaan pengetahuan dan imajinasi yang hanya dapat ditemukan di halaman buku.

- Iklan -
5 1 vote
Penilaian Artikel
Langganan
Beri tahu tentang
guest
0 Komentar
Dulu
Terbaru Terbanyak Terpilih
Umpan Balik Sebaris
Lihat semua komentar
- Iklan -

Terbaru

0
Beri komentar, gratis tanpa buat akun!x
()
x